A. SISTEM
PERBANKAN YANG ISLAMI
a. Pengertian
sistem perbankan yang islami
Sistem
perbankan yang islami maksudnya adalah sistem perbankan berdasar dan sesuai
dengan ajaran islam yang dapat dirujukkan kepada Al-Qur’an dan Hadis. Aktor
utama pengelolaan sistem perbankan yang islami ini biasanya dikenal dengan nama
bank islam (bank syariah).
Bank
islam berarti bank yang tata cara beroprasiannya berdasarkan tata cara
bermuamalah secara Islami, yakni mengacu kepada ketentuan Al-Qur’an dan
Al-Hadits.Sesuai dengan UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UUNo 7 tahun
1992 tentang perbankan syari’ah adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarakan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran
Bank
islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran, serta peredaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat islam. Dalam kegiatan
usahanya, bank islam menghindari sistem bunga yang dianggap rente yang hukumnya haram. Untuk itu
bank islam mendasarkan dirinya kepada dan mempraktikkan ajaran-ajaran islam
tentang muamalah.
Bank-bank
islam banyak didirikan di berbagai negara di dunia ini. Contohnya seperti di
Mesir telah didirikan bank islam dengan nama Bank Sosial Nasser tepatnya di
Kairo pada tahun 1971, di Dubai telah didirikan bank Islam Dubai pada tahun
1975, dan di Jedah, Saudi Arabia, telah didirikan sebuah bank islam dengan nama
Islamic Development Bank yang didukung lebih dari 40 negara muslim pada tanggal
20 oktober 1975. Negara-negara lain yang sudah mendirikan bank islam antara
lain Bahrain, Yordania, Turki, Bangladesh, Kuwait, Iran, Malaysia, dan
Indonesia.
Bank
Islam di Indonesia didirikan atas prakarsa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
pihak-pihak lain dan diberi nama Bank Muamalat Indonesia, yang mulai beroperasi
pada tanggal 1 mei 1992.
b. Sejarah
sistem perbankan yang islami
Suatu bentuk awal ekonomi pasar dan
merkantilisme, yang oleh beberapa ekonom disebut sebagai "kapitalisme
Islam", telah mulai berkembang antara abad ke-8 dan ke-12. Perekonomian
moneter pada periode tersebut berdasarkan mata uang dinar yang beredar luas
saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara
ekonomi.Pada abad ke-20, kelahiran perbankan syariah tidak terlepas dari
hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis
dan modernis.Sekitar tahun 1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat
upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Tahun 1963,
Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir.
Perbankan syariah secara global tumbuh dengan
kecepatan 10-15% per tahun, dan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten
di masa depan. Laporan dari International Association of Islamic Banks dan
analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat
lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu
di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim serta negara-negara lainnya
di Eropa, Australia, maupun Amerika. Diperkirakan terdapat lebih dari AS$
822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip
syariah, menurut analisis majalah The Economist.] Ini mencakup kira-kira 0,5%
dari total estimasi aset dunia pada tahun 2005.Analisis Perusahaan Induk CIMB
Group menyatakan bahwa keuangan syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh
dalam sistem keuangan global, dan penjualan obligasi syariah diperkirakan
meningkat 24 persen hingga mencapai AS$ 25 miliar pada 2010.
c.
Prinsip perbankan syariah
Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti
perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan
keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di
bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut:[4]
- Perniagaan atas barang-barang
yang haram,
- Bunga (ربا riba),
- Perjudian dan spekulasi yang disengaja (ميسر maisir),
serta
- Ketidakjelasan dan manipulatif (غرر gharar).
- Pembayaran terhadap pinjaman dengan
nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya
tidak diperbolehkan.
- Pemberi dana harus turut berbagi
keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam
dana.
- Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan
uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas
karena tidak memiliki nilai intrinsik.
- Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi)
tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil
yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
- Investasi hanya boleh diberikan pada
usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras
misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Bank Islam
- Melakukan hanya investasi yang halal menurut hukum Islam
- Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli,
dan sewa
- Berorientasi keuntungan dan falah
(kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)
- Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
kemitraan
- Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai
fatwa Dewan Pengawas Syariah
B.
SISTEM
ASURANSI YANG ISLAMI
Menurut
pengertian bahasa, kata asuransi (yang bahasa Arabnya At- Ta’min) berarti pertanggungan.
Menurut istilah, asuransi adalah akad (perjanjian) antara penanggung
(perusahaan asuransi) dan yang mempertanggungkan sesuatu (peserta perusahaan asuransi). Peserta
perusahaan asuransi dalam periode tertentu (misal setiap bulannya) berkewajiban
membayar premi kepada perusahaan asuransi, yang besarnya sesuai dengan
perjanjian antara keduanya. Sedangkan kewajiban perusahaan asuransi ialah
memberikan sejumlah uang kepada peserta asuransi yang besarnya dan waktunya
sesuai dengan perjanjian (polis).
Asuransi
termasuk bidang muamalah yang belum dikenal pada masa Rasulullah SAW, pada masa
khulafa’ur-Rasyidin, pada masa kebangkitan islam, bahkan pada masa pembukuan
fikih Islam.asurnsi muncul pada kir-kira abad ke-14 Masehi.
Ulama
fikih sepakat bahwa asuransi dibolehkan dengan catatan cara kerjanya sesuai
dengan ajaran Islam., yaitu ditegakkannya prinsip keadilan, dihilangkannya
unsur untung-untungan (maisir), perampasan hak dan kezaliman serta bersih dari
riba.
Bentuk
asuransi yang cara kerjanya sesuai dengan ajaran islam, misalnya asuransi
tolong-menolong (At-Ta’min at Ta’awun). Para peserta asuransi bersepakat untuk
menyerahkan sejumlah uang kepada perusahaan asuransi. Sedangkan perusahaan
asuransi berkewajiban menyerahkan sejumlah uang kepada peserta asuransi yang
mengalami musibah, yang besarnya sesuai dengan kesepakatan seluruh peserta
asuransi. Musibah dimaksud misalnya: kecelakaan, kematian, kebakaran,
kebanjiran, kecurian, dan hal lain sesuai kesepakatan bersama.
Perusahaan
asuransi boleh memutar seluruh uang para
peserta asuransi yang telah terkumpul asal diketahui dan disetujui oleh seluruh
peserta asuransi dan uang itu diputar dengan cara yang halal sesuai dengan
ajaran islam. Pegawai-pegawai perusahaan asuransi juga berhak memperoleh upah
dan jerih-payahnya mengola perasuransian, yang besarnya sesuai dengan
kesepakatan seluruh peserta asuransi dan dananya diambil dari keuntungan
memutar uang para peserta asuransi atau dari para peserta asuransi sendiri.
·
Dalil naqli
tentang asuransi
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ
“Dan
tolong-menolonglah kalian dlm (mengerjakan) kebajikan & takwa, & jangan
tolong-menolong dlm berbuat dosa & pelanggaran.” (Al-Ma`idah: 2)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ
تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ
تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian
dgn jalan yang batil, kecuali dgn jalan perniagaan yang berlaku dgn suka
sama-suka di antara kalian.” (An-Nisa`: 29)
Allah
SWT berfirman, “ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.
·
Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau
dari fiqh Islam. Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu:
a.
Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi
jiwa Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti
Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir”).
Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
· Asuransi sama dengan judi
· Asuransi mengandung unsur-unsur tidak
pasti.
· Asuransi mengandung unsur riba/renten.
· Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena
pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang
premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
· Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar
dalam praktek-praktek riba.
· Asuransi termasuk jual beli atau tukar
menukar mata uang tidak tunai.
· Hidup dan mati manusia dijadikan objek
bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
II. Asuransi konvensional diperbolehkan
Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa
(guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas
Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:
Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:
· Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang
melarang asuransi.
· Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah
pihak.
· Saling menguntungkan kedua belah pihak.
· Asuransi dapat menanggulangi kepentingan
umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk
proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
· Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi
hasil)
· Asuransi termasuk koperasi (Syirkah
Ta‘awuniyah).
· Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan
sistem pensiun seperti taspen.
III. Asuransi yang bersifat sosial di
perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan Pendapat ketiga ini dianut
antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas
Cairo).Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi
yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua,
dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).
Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat
adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi
itu.Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah asuransi yang berkembang
dalam masyarakat pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang
keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat
kepada ketentuan hukum yang benar.Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh,
tentu jalan itulah yang pantas dilalui.
Jalan alternatif baru yang ditawarkan, adalah
asuransi menurut ketentuan agama Islam.Dalam keadaan begini, sebaiknya
berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW:“Tinggalkan
hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yagn tidak meragukan
kamu.” (HR. Ahmad)Asuransi syariah
·
Prinsip-prinsip dasar asuransi syariah
Suatu asuransi diperbolehkan secara syar’i,
jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam.
Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
1. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar
taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi
bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman,” Dan saling tolong
menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong
dalam dosa dan permusuhan.”
2. Asuransi syariat tidak bersifat
mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
3. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah
(pemberian), oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi
peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
4. Setiap anggota yang menyetor uangnya
menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi
menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah
sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.
5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan
sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat
bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti
atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
6. Apabila uang itu akan dikembangkan, maka
harus dijalankan menurut aturan syar’i.
·
Manfaat asuransi syariah
Berikut ini beberapa manfaat yang dapat
dipetik dalam menggunakan asuransi syariah, yaitu:
1. Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa
sepenanggungan di antara anggota.
2. Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW
agar umat Islam salimg tolong menolong.
3. Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang
dilarang syariat.
4. Secara umum dapat memberikan
perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu pihak.
5. Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak
perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan
perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
6. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan
mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti/ membayar
sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti.
7. Sebagai tabungan, karena jumlah yang
dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat terjadi peristiwa atau
berhentinya akad.
8. Menutup Loss of corning power seseorang
atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi(bekerja).Perbandingan
antara asuransi syariah dan asuransi konvensional.
C.
HIKMAH KERJA
SAMA EKONOMI YANG ISLAMI
Apabila
kerja sama ekonomi yang islami ini betul-betul diterapkan dalam kehidupan
masyarakat, tentu banyak hikmah dan manfaat yang dapat diambil. Berikut ini
beberapa hikmah dan manfaat kerja sama ekonomi yang islami, yaitu :.
a)
Kerja sama ekonomi yang
islami mendorong terciptanya hubungan yang harmonis antar umat islam..
b)
Anjuran
kepada kebaikan dengan dikerjakan langsung, atau memfasilitasinya yaitu dengan
kerjasama ekonomi yang islami. Rasulullah saw menganjurkan syafaat atau memfasilitasi orang
lain untuk berbuat baik. Dengan melakukan kerjasama ekonomi kita mengikuti
anjuran Rasulullah Saw.
c)
Kerjasama
ekonomi yang islami merupakan wujud kerja sama antar sesama manusia. Dalam
Islam, dapat dijumpai ajaran-ajaran yang mengandung masalah keluarga, perekonomian,
kriminalitas, kerukunan hidup umat beragama, pengadilan, dan kenegaraan. Semua
itu menggambarkan bahwa ajaran Islam mengatur kerja sama antara sesama manusia.
Posting Komentar