Salah
satu teori terjadinya minyak bumi adalah teori “dupleks”. Menurut teori ini,
minyak bumi terbentuk dari jasad renik yang berasal dari hewan atau tumbuhan
yang telah mati. Jasad renik tersebut terbawa air sungai bersama lumpur dan
mengendap di dasar laut. Akibat pengaruh waktu yang mencapai ribuan bahkan
jutaan tahun, suhu tinggi, dan tekanan oleh lapisan diatasnya, jasad renik
berubah menjadi bintik-bintik dan gelembung minyak atau gas.
Lumpur yang bercampur dengan jasad renik tersebut
kemudian berubah menjadi batuan sedimen yang berpori, sementara bintik minyak
dan gas yang terbentuk dari plankton bergerak “merembas” ke tempat yang
bertekanan rendah dan terakumulasi pada daerah perangkap (“trap”) yang
merupakan batuan kedap.
Pada daerah perangkap tersebut gas alam, minyak, dan air
terakumulasi sebagai deposit minyak bumi. Rongga bagian atas merupakan gas alam
kemudian bagian minyak mengambang di atas deposit air.
Minyak bumi terbentuk melalui proses yang sngat lama, sehingga
minyak bumi di kelompokkan sebagai sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui. Oleh sebab itu, penggunaan minyak bumi harus tepat guna dan
hemat.
Sumber (deposit) minyak bumi di Indonesia umumnya
terdapat di daerah pantai atau lepas pantai, yaitu pantai utara Jawa
(Cepu,Wonokromo,Cirebon), daerahSumatera bagian utara dan timur (Aceh,Riau) ,
daerah Kalimantan bagian timur (Tarakan,Balikpapan), dan daerah Papua.
Minyak dari daerah pengeboran umumnya diangkut dan diolah
di tempat-tempat pengilangan minyak atau diekspor langsung sebagai minyak
mentah. Tempat pengilangan minyak di
Indonesia, antara lain Pangkalan Brandan dengan kapasitas olah 5000 barel/hari,
Plaju dan Sungai Gerong (132.500 barel/hari), Dumai dan Sungai Pekning (170.000
barel/hari) , Cilacap (3000.000 barel/hari), Balongan Cirebon.